BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Banyak diantara
kita yang mungkin terjadi kesalahan pahaman dalam menyebutkan tentang apakah
itu yang dinamakan hadist, sunnah, khabar, atau atsar. Karena pada dasarnya
terdapat perbedaan diantara keempat istiah tersebut.
Melalui makalah
ini kami hanya akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan hadist baik
secara etimologi maupun secara terminologi dan menurut para Ulama Ahli, baik
Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai
pengertian hadist.
Hadits nabi tersebar ke
berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi’in ke seluruh
penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal
dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap hadits-hadits nabi makin
bertambah banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan musuh-musuh
Islam maupun yang datang dari orang Islam sendiri.
Yang dimaksud dengan
pemalsuan hadits ialah menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi SAW kemudian
dikatakan dari Nabi SAW. Berbagai motifasi yang dilakukan mereka dalam hal ini.
Ada kalanya kepentingan politik seperti yang dilakukan sekte-sekte tertentu
setelah adanya konflik fisik (fitnah) antara pro-Ali dan pro-Muawiyyah, karena
fanatisme golongan, madzhab, ekonomi, perdagangan dan lain sebagainya pada masa
berikutnya atau unsur kejujuran dan daya ingat para perawi hadits yang berbeda.
Oleh karena itu, para ulama bangkit mengadakan riset hadits-hadits yang beredar
dan meletakkan dasar kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan
hadits yang nantinya ilmu itu disebut Ilmu Hadits.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Saja Pendapat-Pendapat para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh,
tentang Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi
sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist ?
2.
Apa Saja
Definisi-Definisi dari Ulama Terkemuka Mengenai Ulumul Hadits?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
Mengetahui Apa Saja Pendapat-Pendapat Para Ulama Mengenai Hadits dan Ilmu
Hadits
2.
Untuk
Lebih Memahami Pengertian-Pengertian Hadits secara terperinci.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Agar
Pembaca Lebih Memahami Apakah itu Hadits dan Ilmu Hadits
2.
Memberikan
Informasi Kepada Pembaca Mengenai Hadits dan Ilmu Hadits
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Ulumul Hadits
Istilah ulumul hadits berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata,
yaitu ulum dan al-hadits. Kata ulum merupakan jamak dari kata ilm yang
berarti gambaran sesuatu tentang akal. Sedangkan al-hadits secara etimologis
berarti sesuatu yang baru, kabar atau berita dari seseorang.
Menurut istilah, ulumul hadits menurut ulama hadits adalah sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik dari sisi perkataan perbuatan,
ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi. Namun sebagian ulama juga
mendefinisikan bahwa hadits tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.,
tetapi juga kepada sahabat dan para tabi’in. Dalam buku Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits, Hasbi As-Shiddieqy menjelaskan bahwa ulumul hadits adalah ilmu
yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa ulumul hadits adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah
hadits dengan berbagai aspeknya.[1]
Hadis adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu
al-hadis, [2]jamaknya
al-ahadis, al-hidsan, dan al-hudsan. Kata hadis ini, di dalam Al-Qur’an
digunakan sebanyak dua puluh tiga kali, yang secara garis besar dicontohkan
dalam empat macam antara lain : 1. Berarti pesan atau perkataan (al-Qur’an), 2.
Berarti cerita mengenai masalah duniawi, 3. Berarti cerita historis, 4. Berarti
cerita atau perbincangan yang masih hangat. Secara berurutan ayat-ayat
Al-Qur’an tersebut adalah : surah Az-Zumar:23; Al-An’am:68; Thaha:9;
Al-Tahrim:3.
Ruang lingkup kajian ulumul hadits menyangkut dua
bagian, yaitu: ilmu hadits riwayat dan ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits riwayat adalah
suatu ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang datang dari nabi Muhammad
saw baik dari sisi perkataan, perbuatan maupun ketetapannya ataupun yang
lainnya.
Kata al-Hadits
adalah kata mufrad, yang jamaknya adalah al-ahadits dan dasarnya adalah tahdits
artinya pembicaraan. Dari sisi bahasa, kata hadits memiliki beberapa arti,
diantaranya adalah :
1.
Al-jadid,
artinya yang baru, lawan katanya adalah al-qadim yang artinya yang lama, dalam
arti ini menunjukan adanya waktu dekat dan singkat.
2.
Al-thariq
artinya jalan, (jalan yang ditempuh).
3.
Al-khabar,
artinya berita.
4.
Al-sunah,
artinya perjalanan.
B.
Pengertian
Ilmu Hadist Menurut Ulama Hadist
Al-Hadits di kalangan Ulama Hadits
berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw dari perkataan,
perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian, Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu
yang membahas dengan hadits Nabi saw.[3]
Adapun menurut
istilah, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang disiplin keilmuan masing-masing, sebagaimana perbedaan antara ahli
ushul, ahli hadits dan ahli fiqh dalam memberikan definisi al-hadits, yaitu:
1.
Ahli
Hadits
Ada hadits yang mengatakan bahwa “Segala perkataan Nabi saw,
perbuatan dan hal-ihwalnya” dan adapula hadits yang mengatakan “sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
(taqrir) maupun sifat beliau”.
Yang termasuk “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaannya.[4]
Dari definisi tersebut, dapat dimengerti bahwa hadits meliputi
biografi Nabi saw, sifat-sifat yang melekat padanya, baik berupa fisik
(misalnya masalah tubuh, rambut dan sebagainya) maupun hal-hal yang terkait
dengan masalah psikis dan akhlak keseharian Nabi, baik sebelum maupun sesudah
terutus sebagai Nabi saw.[5]
Sebagai muhaddisin, berpendapat pengertian hadits sebagaimana
diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai
cakupan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada apa yang
disandarkan kepada Nabi saw (Hadits Marfu’), melainkan termasuk di dalamnya
segala yang disandarkan kepada sahabat (Hadits Mauquf), dan yang disandarkan
kepada Tabi’in (Hadits Maqtu’).[6]
2.
Ahli
Ushul
Ada
hadits yang mengatakan bahwa “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum
atau ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Ini berarti
segala sesuatu selain hal yang telah disebutkan tidak masuk dalam pengertian
hadits”. Tidak termasuk kedalam hadits, sesuatu yang tidak bersangkut paut
dengan hukum, seperti urusan pakaian.[7]
Oleh sebab itu,
hadits adalah sesutau yang berhubungan erat dengan misi dengan misi dan ajaran
Allah yang menjadi tugas Muhammad saw. Sebagai Rasulullah, berupa ucapan,
perbuatan dan ketetapan. Sedangkan yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan
seperti tata cara berpakaian, tidur dan sebagainya merupakan kebiasaan manusia
dan sifat kemanusiaan, tidak dapat dimasukan kedalam pengertian hadits.
Dengan
demikian, maka ahli hadits memandang bahwa ahli hadits merupakan sesuatu yang
keluar dari manusia yang sempurna bernama Muhammad saw, sehingga segala sesuatu
yang melekat pada beliau merupakan suri tauladan bagi ummat Islam, sekalipun
berbentuk kebiasaan yang bersifat kemanusiaan.[8]
Akan tetapi,
ahli ushul memandang Nabi Muhammad saw adalah manusia pembuat undang-undang
disamping Allah swt, sehingga hal-hal yang berbentuk kebiasaan dan bersifat
kemanusiaan tidak termasuk hadits.[9]
3.
Ahli
Fiqh
Lain halnya
dengan ahli fiqh, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus
dilakukan, tetapi tingkatannya tidak sampai pada wajib atau fardlu, karena
hadits masuk kedalam suatu pekerjaan yang status hukumnya lebih utama
dikerjakan. Artinya, suatu amalan apabila dikerjakan mendapatkan pahal dan
apabila ditinggalkan tidak dituntut apa-apa, tetapi apabila ketentuan tersebut
dilanggar mendapat dosa.
C.
Pengertian
Hadits secara Etimologi dan Terminologi
Hadis atau al- hadits menurut
etimologi adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang
berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering
disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya
dengan hadis.
Secara etimologi, hadits juga
memiliki beberapa arti, diantaranya seperti yang sudah diungkapkan dipengertian
dan ruang lingkup hadits yaitu : jadid (yang baru). Didalam Al-Qur’an kata
hadits memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah kisah, komunikasi, atau
risalah, dan tata cara atau kebiasaan.[10]
Dan pengertian hadits secara
terminologi juga cakupannya sangat banyak, ada yang mencangkup batasan secara
sempit, dan mencakup batasan yang luas, yang diartikan sebagai sesuatu yang di
idhafatkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan, dan lain sebagainya.
Adapula yang mengartikan hadits
secara etimologi yang berarti baru atau muda, misalnya: Haditsussinni yang
berarti berumur muda. Hadits dengan pengertian ini dujamakan dengan “Hudatsa’u”
hadits juga berarti warta, berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan atau
dipindahkan dari sesorang kepada orang lain.[11]
Menurut Ibn Manzhur, kata “hadits”
berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan
al-hudtsan.
Menurut M.M. Azami mendefinisikan
bahwa kata “hadis” berarti komunikasi, kisah, percakapan, religius, historis,
atau kontemporer.[12]
عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا
إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي
Ilmu Hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).
Ilmu Hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).
Ada pendapat lain yang
menyatakan:
هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.
D. Pengertian Hadits Menurut Ulama-Ulama Terkemuka
1. Sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu merupakan
pelengkap sabda Nabi, perbuatan beliau dan taqrir beliau, melengkapi perkataan,
perbuatan dan taqrir sahabat, sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan
dan taqrir tabi’in.
2. Ibn al-Subki, ia dalam berpendapat mengenai hadits juga menyebutkannya
dengan istilah al-sunnah, yang artinya adalah segala sabda dan perbuatan Nabi
saw. Ia juga tidak memasukan taqrir (penetapan) Nabi sebagai bagian dari
rumusan definisi hadits. Alasannya, bahwa taqrir sudah tercakup dalam af’al
(perbuatan) Nabi.
3. Mahfuz al-Tarmasi memberikan pengertian hadits secara istilah yaitu apa
yang berasal dari Nabi dan Tabi’in. Kenyataan ini telah dikenal dengan adanya
istilah hadits marfu’ (hadits yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf
(hadits yang disandarkan hanya sampai kepada sahabat Nabi), hadits maqtu’
(hadits yang disandarkan hanya kepada Tabi’in).[13]
BAB III
ANALISIS
A.
Analisa materi
Analisa materi yang akan penulis
lakukan meliputi berbagai segi. Diantaranya dari tingkat kesulitan dan
kompleksitas materi, dan Pendapat-Pendapat
para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, tentang Ulumul Hadist,
Beserta secara etimologi maupun secara terminologi.
B. Tingkat Kesulitan dan Kompleksitas Materi
Tingkat kesulitan
materi ini secara umum tidak terlalu sulit, karena bahasa yang digunakan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, pendekatan yang dipakai
dalam penjelasan materi di buku ini tidak sulit untuk dipahami, dari
penerjemahan ayat hingga hadits kemudian cerita dan sampai pada penugasan
membuat sesuatu yang abstrak melalui contoh dan ditulis sudah memenuhi
kejelasan materi.
Mengenai Kompleksitas materi ini memang masih kurang
dalam beberapa aspek, diantaranya:
- Aspek penjelasan, penjelasan mengenai materi ini memang terbilang kurang, hanya singkat dan memang yang penting-penting saja.
- Aspek keseimbangan, antara materi mengenai harta dan mengenai tanggung jawab kurang seimbang.
C. Pendapat-Pendapat
para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh.
Tentang
Ulumul Hadist, Beserta secara etimologi maupun secara terminologi sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian hadist.
Sangat banyak
pendapat yang membahas mengenai pengertian Hadits dan Ilmu Hadits ini, disini
seperti halnya pendapat para ahli hadits, ahli ushul dan ahli fiqh yang
masing-masing memberikan pendapat mengenai pengertian Hadits dan Ilmu Hadits
tersebut. Bahkan, pengertian Hadits dan Ilmu Hadits secara etimologi dan
terminologi pun sangat banyak versi dan pokok pembahsannya, meskipun intinya
adalah sama yaitu tentang segala perkataan, perbuatan, dan hal ihwalnya.
Secara etimologi, hadits memiliki
banyak arti diantaranya adalah “yang baru”, al-khabar (kabar atau
berita). Secara etimologi, hadits juga
memiliki beberapa arti, diantaranya seperti yang sudah diungkapkan dipengertian
dan ruang lingkup hadits yaitu : jadid (yang baru). Didalam Al-Qur’an
kata hadits memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah kisah, komunikasi,
atau risalah, dan tata cara atau kebiasaan.
Dan secara terminologi, para ulama,
baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul, mereka merumuskan hadits secara
berbeda-beda. Perbedaan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya
objek tinjauan masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada
aliran ilmu yang didalaminya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pendapat-Pendapat
para Ulama Ahli, Ulama Hadist, Ushul maupun Ahli Fiqh, tentang Ulumul Hadist,
Beserta secara etimologi maupun secara terminologi sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman mengenai pengertian hadist yaitu menurut Ulama Hadits bahwa
hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw dari perkataan,
perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian, Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu
yang membahas dengan hadits Nabi saw. Dan menurut Ahli Hadits bahwa “sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
(taqrir) maupun sifat beliau”.Yang termasuk “hal ihwal” ialah segala yang
diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran. Menurut Ahli Ushul mendefinisikan bahwa Ada hadits yang mengatakan
bahwa “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik ucapan, perbuatan,
maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum atau
ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Dan menurut Ahli
Fiqh, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus dilakukan.
2.
Definisi-Definisi
dari Ulama Terkemuka Mengenai Ulumul Hadits, seperti halnya definisi menurut
Jumhur Ulama yang mendefinisikan hadits sebagai sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi saw, berupa perkataan atau perbuatan atau taqrirnya dan sebagainya.
Berdasarkan definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa yang dinamai hadits
itu meliputi tiga unsur pokok, yaitu :
a.
Perkataan
Nabi muhammad saw yang beliau sabdakan;
b.
Perbuatan
beliau yang dilihat oleh para sahabatnya;
c.
Perbuatan
sahabat yang diketahui oleh Nabi Muhammad saw dan beliau tidak menegurnya atau
tidak menyalahkannya, sebagai tanda setuju.
DAFTAR
PUSTAKA
Dharmalaksana
Wahyudin, “Hadits di Mata Orientalis”,
Benang Merah Pers, Bandung, Tahun 2004.
Ash-Shiddieqy
Teungku Muhammad Hasbi, “Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits”, PT. Pustaka Rizki, Semarang, Tahun 1999.
Suparta Muzier,
Ranuwijaya Utang, “Ilmu Hadits”, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 1996.
Sahrani Sohari, “Ulumul Hadits”, Ghalia Indonesi,
Bogor, Tahun 2010.
Assa’idi
Sa’dullah, “Hadis-Hadia Sekte”,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Tahun 1996.
Muhammad Abu
Bakar, “Hadits Tarbiyah”, Al-Ikhlas,
Surabaya, Tahun 1995.
Suyadi, Agus
Solahudin Muhammad, “Ulumul Hadis”, CV. Pusataka Setia, Bandung, Tahun 2011.
Ridlwan Nasir
Muhammad, “Ulumul Hadits & Musthalah Hadits”, Darul Hikmah, Jombang, Tahun
2008.
Khon Abdul
Majid, “Ulumul Hadits”, Amzah : Jakarta, Tahun 2009.
(Jum’at, 15 February 2013, pukul 14.00).
http://alawiyahblog2.blogspot.com/2012/09/terminologi-hadits-sunnah-khabar-atsar.html. (Jum’at, 15 February 2013, pukul 10.06).
[1] Sahrani
Sohar, 2010, “Ulumul Hadits”, Bogor:
Ghalia Indonesia. Hal 3
[2] Suparta
Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 2
[3]
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, 1999, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Hal 3
[4] Suparta
Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 2
[5] Sahrani
Sohar, 2010, “Ulumul Hadits”, Bogor:
Ghalia Indonesia. Hal 4
[6] Suparta
Munzier, 1996, Ilmu Hadis, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal 3
[7]
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, 1999, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Hal 4
[8]
Sebagaimana firman Allah, al-Ahzab:21.
[9]
Sebagaimana firman Allah, al-Hasyr:7.
[10]
Dharmalaksana Wahyudin, Hadis di Mata
Orientasi,Bandung:Benang Merah Pers, 2004. Hlm. 2
[11] Abu
Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, Surabaya:Al-Ikhlas:1995.
Hlm. 15
[12] Azami
M.M, Studies in Hadis Methodology and
Literature, Terj, Jakarta:Lentera, 2003, hlm. 21-23
[13]
Assa’idi Sa’dullah, “Hadits-Hadits Sekte”,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Tahun 1996. Hlm 4.